Soekarno
Agustus yang Hangat di Uni Soviet
Ini adalah tulisan pertama tentang kunjungan Presiden Sukarno ke Uni
Soviet pada tanggal 28 Agustus 1956. Narasi yang tersedia memang sangat
terbatas, jauh lebih sedikit dibanding jumlah foto yang disajikan.
Karenanya, saat menikmati buku lawas berjudul “Kunjungan Presiden
Republik Indonesia Sukarno ke Sowjet Uni” terbitan Penerbit Seni Lukis
Negeri Moscow 1956 itu, ada rasa geram, haus akan narasi yang panjang.
Sayang memang, keinginan itu tidak terkabulkan.
Merekonstruksi peristiwa itu, mungkin saja bisa dilakukan, tentu saja
jika masih ada satu-dua saksi mata yang ikut serta dalam kunjungan
tersebut. Melalui postingan ini, siapa tahu, kepingan puzzle yang entah
di mana, bisa muncul dan melengkapinya menjadi sebuah cerita sejarah
yang sangat menarik untuk generasi penerus.
Selama ini, sering kita mendengar cerita fantastis tentang betapa
Bung Karno senantiasa mendapat sambutan luar biasa di negara mana pun
yang ia kunjungi. Kebesaran nama Sukarno, ketika itu, bahkan lebih besar
dari Indonesia itu sendiri.
Tak terkecuali, kunjungan Bung Karno dan rombongan ke Uni Soviet
antara 28 Agustus – 12 September 1956. Bukan waktu yang sebentar. Akan
tetapi, juga bukan waktu yang lama jika ingin mengunjungi negara yang
maha besar (ketika itu).
Foto
di samping ini adalah foto Bung Karno saat keluar dari pintu pesawat,
melambaikan tangan kepada para petinggi negeri dan rakyat Soviet yang
menyambutnya. Pidato kedatangan Bung Karno dalam buku itu diringkas
sebagai berikut, “Indonesia terpisahd ari Uni Soviet dengan lautan yang
luas, dengan dataran dan pegunungan, akan tetapi kami merasa di sini
seperti di rumah, seperti di antara keluarga kami sendiri.” Dalam
rapat-rapat akbar selanjutnya, di kota mana pun Bung Karno singgah,
kalimat di atas tidak pernah ketinggalan.
Sambutan itu membuktikan adanya rasa simpati yang hangat di hati
rakyat Soviet terhadap rakyat suatu negeri yang jauh yang tidak sedikit
sumbangannya dalam perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa Asia dan Afrika
yang berjuta-juta itu. Kaum pekerja Uni Soviet menyambut Presiden
Sukarno, seorang tokoh politik dan tokoh negara terkemuka sebagai wakil
rakyat Indonesia yang 80 juta jumlahnya, yang perwira dan cinta damai.
Foto di atas adalah gambaran kota Moskow, Ibu Kota Uni Soviet, tahun 1956.
Tampak di gambar sebelah kiri, Bung Karno membalas penghormatan dari
komandan militer setempat, didampingi Ketua Presidium Soviet Tertinggi,
K.E. Worosjilov. Selain disambut hampir semua petinggi negara, Bung
Karno dan rombongan juga disambut upacara militer dengan parade pasukan
penuh di bandara. Di samping itu, masih banyak kaum buruh dan rakyat
Soviet yang ikut menyambut di bandara (dan nanti, di sepanjang jalan
menuju Kremlin).
Bung Karno disambut dengan sangat ramah oleh Ketua Presidium Soviet
Tertinggi, K.E. Worosjilov dan Ketua Dewan Menteri Uni Soviet, N.A.
Bulganin (tengah). Jika ada yang bilang, “foto bisa bicara”, maka yang
terkesan dari foto di atas adalah, sambutan dan senyum yang sama-sama
tulus dari kedua pemimpin negeri.
Yang satu pemimpin tertinggi salah satu negeri adi daya (ketika itu),
yang satu adalah presiden dari sebuah negara yang baru 11 tahun
merdeka, tetapi reputasi presidennya telah kesohor ke seantero penjuru
bumi. Foto itu juga berbicara tentang kesetaraan antara dua kepala
negara. Perhatikan bagaimana Bung Karno menjabat Worosjilov. Itulah
jabatan tangan Bung Karno yang terkenal, “menggenggam habis” tangan yang
disalaminya, seberapa besar pun tangan orang itu.
Kopiah yang menjadi ciri khas Bung Karno, serta kacamata hitam yang
tetap melekat, disadari atau tidak, memancarkan aura percaya diri yang
sangat tinggi. Terhadap presiden yang demikianlah, negara sebesar apa
pun akan segan. Dengan kepala negara yang disegani, Indonesia pun
menjadi negara yang disegani di dunia (ketika itu).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar