Kisah Muallaf Kenya yang Masuk Islam Setelah Berzina Saat Natal
Dok/Imam Muhammad
Daniel, kanan, bersama penulis. Gambar sengaja dikaburkan sesuai permintaan narasumber.
CERITA kecil di Hari Raya Natal. Sebut saja
nama kawan saya Daniel. Dia bercerita banyak soal masa-masa “nikmat”
saat masih beragama Kristen. Ada sisi menarik yang perlu saya sampaikan
dari hasil cerita dia.
“Aku ingin bercerita sepenggal kisah masa silamku. Dahulu, aku saat
masih beragama Kristen, Natal adalah waktu yang sangat kami (para
pemuda, para pria) idam-idamkan,” ujar Daniel memulai kisahnya.
“Mengapa?” tanya saya penuh penasaran dalam bincang-bincang dengannya
di sebuah perguruan tinggi wilayah Hajj Yusuf, Sudan, beberapa waktu
lalu.
“Mari kita minum teh dulu,” ajaknya sembari dia menuangkan teh panas ke gelas saya.
“Alhamdulillah, aku sekarang Muslim setelah 7 tahun yang lalu
merasakan ‘kenikmatan’ itu,” katanya lagi seraya mempersilakan saya
menikmati teh panas.
Penasaran saya memuncak, ingin rasanya saya menggerakkan mulutnya,
untuk segera melengkapi cerita yang dia mulai. Beberapa tegukan teh
panas ia habiskan. Ia memasang kaos kaki lalu memakai sepatu dan
melanjutkan ceritanya.
“Kami dahulu menjadikan malam menjelang Natal, malam 25 Desember,
(sebagai) tempat untuk ‘bercocok tanam’ yang amat subur. Malam itu kami
di dalam gereja berdoa khidmat, menangis-nangis, setelah itu
makan-makan. Dan terakhir paling di luar dugaan, yaitu malam mematikan
lampu. Dahulu aku tak paham, aku pikir dunia ini adalah akhir kehidupan.
Hingga semua apa yang kulakukan terasa biasa-biasa saja, termasuk
keluar-masuk gereja. Aku bangga dengan keyakinanku. Tapi entah malam
itu, sepertinya malam konyol buat keyakinanku,” tuturnya menyambung
cerita.
Gereja tersebut terletak di Nairobi, ibukota Kenya. Para jemaat, kata
Daniel, dijemput dengan bis besar di desa-desa pada malam hari. Di
dalam gereja pun mereka menikmati jamuan makan dan minum.
“Setelah makan-makan, pengurus gereja mengajak untuk mematikan lampu
dan memilih satu atau dua wanita untuk dijadikan pasangan buat berdansa,
meminum khamr sampai pada ‘halal’-nya berzina. Kami seperti hewan satu
dengan lainnya. Hingga setelah peristiwa mengerikan itu aku mencoba
berpikir betapa kami ini kotor dan menjijikan. Dari sinilah mulai muncul
rasa penasaranku terhadap keyakinan lain. Aku melihat orang yang
beribadah di lain tempat, laki laki sendiri dan perempuan sendiri.
Mereka bersuci dan berseragam. Aku melihat mereka beribadah dan
beribadah tak pernah menyalahkan satu dengan yang lain.”
Awal Mula Masuk Islam
Daniel, pria lajang brewok hampir menginjak umur 28 tahun ini, terus
bercerita penuh semangat. Dengan bahasa Arab yang amat mudah dicerna,
pria jebolan Ma’had Hajj Yusuf setengah tahun yang lalu ini mencampur
aduk antara bahasa Arab dan Inggris.
“Awal masuk Islam aku melihat (Jamaah) Tabligh. Kemudian aku mencoba
untuk belajar dengan mereka sedikit-sedikit. Ada cerita menarik saat aku
baru masuk Islam. Suatu hari aku pergi ke ibukota Kenya, Nairobi, di
sana aku shalat. Saat itu imam sudah pada rakaat ke-3, aku baru datang,
alhasil aku telat 2 rakaat. Namun, saat imam salam dan aku pun ikut
salam, sedangkan jamaah yang masbuk menuruskan shalat, aku hanya diam
dengan kepolosanku.”
“Aku belum belajar banyak soal Islam, hanya tahu sedikit saja. Salah
seorang yang masbuk bertanya padaku, ‘Kenapa kamu tidak berdiri seperti
kami berdiri?’ Aku jelaskan, ‘Kalau aku berdiri lagi imamku siapa?
Maafkan aku karena aku baru masuk Islam.’ Pria yang bertanya ini pun
memaklumiku dan beliau meminta aku belajar tata cara shalat. Aku tiap
hari datang ke masjid itu hingga 5 kali belajar. Namun belakangan hari
beliau tak terlihat lagi dan tak memberi kabar. Namun hikmah
perjalananku ke ibukota luar biasa. Selain aku belajar untuk mencari
maisyah, aku tahu istilah masbuk dalam shalat.”
Dia berpesan buat umat Muslim soal hari Natal. Anak ke-4 dari 6
bersaudara ini mengatakan, banyak Muslim sekarang tak paham soal “Happy
Christmas”.
“Hakikat ‘Happy Christmas’ adalah ibadah, karena kami (saat Kristen)
percaya tuhan itu 3 dan Isa adalah anak tuhan. Kami merayakan dengan
makan roti sebagai simbol penyelamatan daging Isa dan khamr darah Isa.
Dilanjutkan merusak tubuh pada tanggal 26 (Desember) untuk merasakan
sakitnya disalib ini. Demi toleransi atas penyiksaan Tuhan kami,”
jelasnya.
Daniel pun menyampaikan nasihat buat umat Islam yang masih merayakan
Natal. “Sesungguhnya perayaan-perayaan hari raya seperti Natal ini
mengandung nilai kekufuran,” katanya.
“Yaitu menyandangkan sifat tuhan kepada Al-Masih Isa bin Maryam,
reinkarnasi, memberhalakan Isa, menganggapnya sebagai anak Allah, ia
mati disalib, dan keyakinan lainnya. Dan keyakinan tersebut telah
membuat Allah Ta’ala murka. Sesungguhnya ikut serta dalam perayaan batil
tersebut, memfasilitasi atau mengamankannya, menunjukkan kecocokan dan
keridhaan terhadap perayaan itu dan pengakuan akan kebenaran keyakinan
mereka,” jelasnya.
“Walaupun orang yang ikut-ikutan merayakan hari raya tersebut
meyakini berbeda aqidah dengan mereka, tapi ia berada di atas bahaya
besar akibat kejahilannya dalam sikapnya tersebut. Karena keridhaan
terhadap kekufuran adalah kekufuran juga,” tambah pria asli Kenya ini.
“Kenapa kalian (umat Islam, Red) rela mengatakan tuhan mereka
selamat? Sungguh tanggal 25 Desember itu tak ada sangkut pautnya dengan
Isa karena Bibel telah berbohong,” tambahnya lagi.
Jadi Penghafal al-Qur’an
Daniel mengisahkan, dia masuk Islam setelah melihat Jamaah Tabligh
yang berdakwah dengan tangan dingin. Selain itu pamannya yang Kristen
menganjurkannya banyak membaca buku Sunnah Nabi dan terjemahan berbentuk
bahasa Sohiliah. Bahasa ini digunakan di negara Kenya, Tanzania, dan
Uganda.
“Aku berangkat ke Nairobi, ibukota Kenya, untuk bekerja. Dan hasilnya
aku belikan buku hasil masukan dari pamanku. Setelah banyak baca buku,
aku masuk pesantren dan masuk Islam lewat pesantren itu. Empat tahun
memeluk Islam, tapi shalat sepekan sekali yaitu Jumat saja. Bahkan aku
sempat kembali mujrim (pelaku keburukan, Red) lagi karena pekerjaanku
dan kerasnya perjuangan di ibukota. Namun, alhamdulillah Allah
menyelamatkan aku dari jahiliyah. Cahaya baru datang, panggilan
berhijrah ke Sudan,” tuturnya.
Dia melanjutkan kisahnya, “Aku belum tamat SMA, karena aku menjadi
tulang punggung keluarga. Ayahku nikah lagi dan kakakku yang perempuan
sedang semangat-semangatnya belajar. Jadi aku biarkan dia yang belajar
dan aku kerja buat kehidupan keluargaku. Yang penting kakakku selesai
(belajar). Tapi semua telah indah, aku bisa hijrah ke Sudan dan memeluk
Islam. Tapi aku mohon doa kalian karena (keluarga) yang lain masih belum
bersyahadat. Semoga ketika aku pulang nanti bisa menjadi penerang buat
keislamaan mereka. Aku bertekad untuk menghafal al-Qur’an sebelum umurku
genap 30 tahun.”
Daniel mengaku, setelah masuk Islam pada 2006 lalu. Baru 3 tahun belakangan ini dia bisa mengaji.
“Alhamdulillah sekarang sudah punya hafalan sekitar 5 juz. Mohon
doanya,” tutupnya penu¬h semangat. “Besok masak ayam,” katanya lagi
kepada saya dengan logat Indonesia.*/Seperti dituturkan Imam Muhammad,
Pelajar Indonesia di Sudan asal Balikpapan, Kalimantan Timur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar